Terbentunya organisasi berawal dari banyak faktor dan
motif kesamaan pandangan hidup, tujuan, dan status social. Maka tidak heran
organisasi memicu banyak kejadian hebat dalam sejarah manusia seperti
perseteruan, konflik, bahkan peperangan. Tetapi, baik organisasi itu besar atau
kecil juga terbukti mampu memberi obat bagi semua masalah tersebut. Karena
sebenarnya organisasi adalah jembatan bagi satu komunitas dengan komunitas
lainnya, bukan untuk memecah dan menghancurkan.
Kompleksitas lingkungan akademis
adalah lahan subur untuk menggodok para cikal bakal organisator. Mahasiswa
dapat dikatakan sebagai kelompok generasi muda yang sedang belajar atau
menuntut ilmu di perguruan tinggi dengan mengambil jurusan/program studi
tertentu. Aktivitas mereka adalah belajar ilmu pengetahuan, berorganisasi,
dan belajar menjadi pemimpin. Kelompok mahasiswa sejati dikenal karena kiprahnya yang seimbang
antara menuntut ilmu dan beraktivitas di organisasi. Para mahasiswa
mempunyai eksistensi yang sangat diperhitungkan dalam kehidupan masyarakat
suatu negara. Kelompok ini menjadi semacam creative
minority yang yang mempunyai peran untuk ikut
mempengaruhi arah kehidupan sosial politik bangsa, yaitu sebagai agent of
change dan agent of sosio control. Biasanya kelompok ini menempati posisi yang
cukup penting dalam organisasi kemahasiswaan.
Secara sederhana organisasi mahasiswa dapat diartikan
sebagai wadah atau organisasi, tempat di mana mahasiswa mengembangkan diri,
beraktivitas dan menyalurkan minat bakatnya. Dari pengertian ini terkandung
makna bahwa organisasi mahasiswa berbeda dengan organisasi lain seperti halnya
organisasi politik atau organisasi profesi. Fungsi utama dari organisasi
mahasiswa adalah sebagai wadah pembelajaran dan wahana pengembangan diri
mahasiswa. Pada saat ini, dikenal dua macam organisasi mahasiswa yaitu
organisasi intra kampus dan organisasi ekstra kampus.
Organisasi intra kampus adalah organisasi yang berada di
dalam kampus, yang ruang lingkup kegiatan dan anggotanya hanya terbatas pada
mahasiswa yang ada di kampus tersebut atau sewaktu-waktu melibatkan peserta
dari luar. Sedangkan, organisasi ekstra kampus merupkan organisasi yang berada
di luar kampus, di mana ruang lingkup dan anggotanya adalah mahasiswa
seperguruan tinggi atau lintas perguruan tinggi. Perbedaan lainnya, bahwa
organisasi ini bersifat nasional, karena memiliki struktur organisasi di
tingkat pusat sebagai pimpinan tertinggi. Berbeda dengan organisasi intra yang
anggotanya mahasiswa tingkat diploma dan sarjana (S1), maka untuk organisasi
ekstra terutama pimpinan pengurus di tingkat pusat sebagian besar berstatus
sebagai mahasiswa S2 atau S3. Organisasi mahasiswa ekstra kampus yang ada saat
ini diantaranya HMI (Dipo dan MPO), PMKRI, IMM, GMNI, GMKI dan KAMMI.
Salah satu organisasi ekstra mahasiswa
yang tidak jarang disalah artikan adalah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
(GMNI). Namun, mengingat dikalangan mahasiswa masih ada juga yang sadar akan
panggilan suci itu, maka GMNI sebagai organisasi perjuangan memberanikan diri
untuk mengorganisirnya dalam satu wadah perjuangan. Maka pengertian mahasiswa
dalam nama GMNI, maupun sebagai syarat keanggotaannya adalah tidak sekedar
kategori mereka yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, tetapi juga sadar
akan tugas sejarah dan kemanusiaanya, sebagaimana diperintahkan Ilahi.
GMNI yang lahir dari ruh Marhaenisme
ajaran Bung Karno, telah menjadi bagian penting dalam sejarah pergerakan
mahasiswa Indonesia. Organisasi ini terbentuk pada tanggal 23
Maret 1954 dalam Kongres ke-I di Surabaya. Sehingga diputuskan bahwa organisasi
yang telah difusikan dari tiga organisasi Mahasiswa berhaluan Nasionalis diberi
nama “Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia”. Meskipun organisasi ini
berangkat dari kalangan pelajar salah satu ormas terbesar di Indonesia, tetapi
yang melatarbelakangi terbentuknya organisasi ini adalah kondisi politik
Indonesia pada era 60-an yang mengharuskan mahasiswa untuk turut andil dalam
dunia perpolitikan Indonesia.
Setiap organisasi memiliki ciri khas
dan wataknya sendiri, demikian juga GMNI sebagai organisasi perjuangan. GMNI
sebagai organisasi mahasiswa yang bersifat Independent dan berwatak kerakyatan,
hadir berkiprah di dalam masyarakat sebagai anak jaman yang menyatu dengan
gelora revolusi perjuangan Bangsa. Organisasi GMNI menyadari sepenuhnya
tugas dan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa yang berada ditengah-tengah
rakyat. Oleh karena itu, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat
Indonesia. GMNI bertekad untuk tetap mewujudkan cita-cita Proklamasi 17 Agustus
1945, yaitu terciptanya suatu tatanan masyarakat yang di dalam segala hal,
yaitu menyelamatkan Kaum Marhaen. Sebagai mahasiswa Indonesia yang percaya
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berjiwa Marhaenis. Organisasi mahasiswa ini
juga bertekad untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
didalamnya terselenggara masyarakat Indonesia yang berdaulat di bidang politik,
berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.
GMNI dibentuk sebagai susunan organisasi yang
berkedaulatan dan berkeadilan. Agar didalamnya terselenggara suatu tatanan
organisasi yang progresif revolusioner serta berkemampuan dalam menjalankan
tugas-tugas kemasyarakatannya. Organisasi ini di bentuk sebagai alat pendidikan
kader bangsa dan alat perjuangan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur,
sehingga dapat sesuai dengan tujuan revolusi berdasarkan cita-cita proklamasi.
GMNI berazaskan Marhaenisme, yaitu Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi dan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Marhaenisme merupakan azas perjuangan GMNI.
GMNI adalah Organisasi Kader dan Organisasi Perjuangan
yang bertujuan untuk mendidik kader bangsa dalam mewujudkan masyarakat Sosialis
Indonesia berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD 1945. GMNI adalah
organisasi yang bersifat Independen, bebas aktif serta berwatak kerakyatan.
GMNI mempunyai motto, yaitu “Pejuang Pemikir-Pemikir Pejuang”. GMNI
melaksanakan tujuan organisasi dengan semangat gotong royong melalui
usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan azas perjuangan GMNI.
Dalam menyelenggarakan usaha-usahanya, organisasi ini senantiasa memperhatikan kesatuan, persatuan dan keutuhan organisasi.
Dalam menyelenggarakan usaha-usahanya, organisasi ini senantiasa memperhatikan kesatuan, persatuan dan keutuhan organisasi.
Anggota GMNI adalah mahasiswa warga Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang menerima dan menyetujui azas, tujuan, sifat, motto dan
usaha organisasi serta memenuhi dan menerima syarat-syarat yang telah
ditetapkan pada pasal 6 ayat (1) dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga. Anggota-anggotanya memiliki hak dan kewajiban. Anggotanya dilarang
melakukan kegiatan yang mencemarkan kehormatan dan nama baik organisasi,
dilarang melakukan tindakan yang dapat menimbulkan pertentangan dan perpecahan
dalam tubuh organisasi serta tindakan lainya yang menyimpang dari kebijakan
organisasi, dilarang menyebar luaskan paham, isu serta fitnah yang dapat
menimbulkan permusuhan diantara anggota dan masyarakat pada umumnya.
Larangan tersebut berlaku bagi seluruh anggota tanpa membeda-bedakan
jenjang jabatan dalam organisasi.
Keanggotaan GMNI tidak membeda-bedakan latar belakang
suku, etnis, agama, golongan dan status sosial calon anggota. Calon anggota
adalah mereka yang masih dalam masa perkenalan selama satu bulan, terhitung
sejak tanggal pendaftaran atau sejak dimulainya masa perkenalan dimaksud. Anggota
adalah calon anggota yang sudah mengikuti Pekan Penerimaan Anggota Baru (PPAB)
yang selanjutnya dilakukan seleksi dan pengesahan oleh Dewan Pimpinan Cabang.
Berdirinya GMNI sebagai organisasi
tidak hanya sebagai wadah untuk berkelompok bagi orang yang memiliki
kepentingan dan tujuan yang sama. Berdirinya GMNI sebagai organisasi tidak
terlepas dari idealisme yang mendasarinya. Idealisme GMNI berada didalam keprihatinan
anak jaman terhadap masyarakatnya dan sistem nilai yang terangkum di dalam azas
perjuangannya. GMNI sebagai organisasi mahasiswa yang bersifat independent dan
berwatak kerakyatan, tidak semata-mata sebagai wadah untuk mengartikulasikan
kepentingan anggota-anggotanya, bukan sekedar sebagai saluran politik untuk
mobilitas vertikal masuk supra struktur politik, melainkan wadah bagi
mahasiswa-mahasiswa yang memiliki idealisme dan sadar akan tugas
kemanusiaannya. Jadi bagi seseorang memiliki minat untuk memasuki GMNI, sejak
dini harus menyadari bahwa aktif di GMNI merupakan pilihan untuk tidak
mengutamakan kepentingan pribadi.
GMNI mengambil inisiatip untuk
menjadikan Pancasila sebagai azas organisasi. GMNI terus mencoba bangkit dan
bergerak menemukan kembali peran dan keberadaan dirinya. Keputusan penting
menetapkan nilai-nilai dasar perjuangan dan sistem pendidikan kader ini menjadi
pedoman dasar bagi gerak perjuangan GMNI. Dengan demikian, GMNI
menempatkan diri sebagai organisasi mahasiswa independent yang ada di garda
depan barisan kaum Marhaen. Sebagai organisasi mahasiswa yang progressive
revolusioner, GMNI senantiasa mempertahankan nilai dan norma sosial berdasarkan
Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD 1945.
Dalam mendinamisasikan tenaga-tenaga
pembangun bagi perwujudan cita-cita proklamasi, GMNI menyadari akan keadaan
masyarakatnya. GMNI tidak terikat pada partai politik apapun. Anggota-anggota
GMNI sebagai kader hanya terikat pada kepentingan rakyat dan Bangsa Indonesia.
Maka secara fungsional GMNI menyediakan diri sebagai alat pendidikan kader
Bangsa. Jadi secara fungsional GMNI sebagai organisasi merupakan alat yang
dipergunakan untuk melahirkan kader-kader bangsa dan juga sebagai wahana untuk
mendinamisasikan kader-kader bangsa dalam menunaikan tugas sejarah dan
kemanusiaannya. Sehingga, kelak dapat menjadi pemimpin-pemimpin yang
konsisten memperjuangkan kesejahteraan rakyat (Marhaen) yang
dicita-citakan bersama.
Dengan demikian anggota-anggota GMNI
sebagai kader Bangsa, memberikan sumbangan pada pembangunan Bangsa. Oleh
karenanya kader GMNI bukanlah milik dari segolongan masyarakat saja. Kader GMNI
merupakan bagian integral dari potensi bangsa yang terus berjuang melaksanakan
amanat penderitaan rakyat. Maka tidak benar jika ada ungkapan bahwa kader GMNI
adalah kader PDI. Bagi GMNI pernyataan tersebut penting diungkapkan, karena ada
kecenderungan dalam masyarakat memandang GMNI sebagai anak dari PDI.
Sesuai dengan hasil yang telah
diputuskan dalam Kongres yang pertama, GMNI adalah organisasi mahasiswa yang
berazaskan Marhaenisme, terbentuk dalam rangka menyatukan bangsa Indonesia dan
sekaligus sebuah sistem nilai yang menjadi pedoman aksi dalam melawan
Kolonialisme dan Kapitalisme. Maka penggunaan Marhaenisme sebagai azas GMNI
tidaklah karena paham tersebut merupakan karya Bung Karno sebagai orang besar,
melainkan karena apa yang telah menjadi tujuan GMNI dipahami kaitan kondisi
obyektif masyarakat Indonesia dengan substansi dari Marhaenisme itu sendiri.
Selain itu, sebagai alat untuk
mencapai cita-cita Proklamasi, GMNI berkiprah di tengah masyarakat dengan
tanpa pamrih. Tugas demikian tidak mungkin terselenggara apabila GMNI tidak
memiliki idealisme yang kuat dan tekat untuk merealisasikan idealisme tersebut.
Berkiprah di tengah masyarakat untuk mengadakan perbaikan-perbaikan dan melawan
ketidakadilan, dengan ideologi yang diyakininya GMNI mendinamisir
anggota-anggotanya di dalam struktur organisasi dan anggaran rumah tangganya.
Pengaturan tersebut merupakan upaya mensistematiskan kegiatan kolektif dari
potensi perjuangan agar lebih terarah dan kokoh sebagai suatu kekuatan
pembaharu.
Memang tanpa organisasi seseorang
dapat mengabdikan dirinya pada cita-cita proklamasi, akan tetapi sudah menjadi
keyakinan dan hakekat manusia apabila kekuatan yang berpencar itu dijadikan
satu entitas perjuangan, maka sejarah sudah membuktikan aktivitas kolektif
lebih memiliki daya jangkau yang lebih jauh. GMNI sebagai organisasi perjuangan
senantiasa berupaya mensistematisir arah gerak anggota-anggotanya selaras
dengan keperluan Bangsa. Sehingga sesuai dengan tingkat perjuangan dan
perkembangan masyarakat. Menegakkan GMNI sebagai organisasi perjuangan, secara
organisatoris dilakukan dengan membangun slagorde organisasi, disamping dengan
membina hubungan dengan kekuatan lain. Upaya tersebut dilaksanakan dengan
mensosialisasikan GMNI di tengah masyarakat, merekrut anggota, mendirikan
cabang-cabang di berbagai daerah yang strategis dan potensial.
Kata nasional dalam GMNI menunjuk
sifat hakiki dalam organisasi, yang secara idiologis menunjukkan paham yang
menjadi identitas GMNI. GMNI sebagai organisasi perjuangan sejak semula
menyadari heterogenitas masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, GMNI mempunyai
tekad untuk melawannya secara kritis ikatan-ikatan primodial yang terus-menerus
melembaga dan dapat membahayakan persatuan dan kesatuan Nasional. Sehingga,
GMNI tidak membatasi diri pada keanggotaannya atas dasar ikatan primordial
tersebut. Siapapun mahasiswa Indonesia diberi peluang masuk GMNI, tanpa
membedakan agama, suku, asal daerah, dan status sosial.
GMNI sebagai organisasi perjuangan
mewajibkan para angota-anggotanya untuk senantiasa dinamis dalam berfikir dan
bertindak. Dinamisme sebagai prinsip perjuangan bukanlah sekedar kata kosong
yang tidak punya makna. Akan tetapi pengertian tersebut sebagai ruang hidupnya
organisasi, secara hakiki mempunyai sifat yang tetap yaitu bergerak. Semua
masyarakat di dunia ini bergerak, berubah dan berkembang. Penyatuan dengan
sifat masyarakat itulah maka GMNI menggunakan nama Gerakan Konsisten.
Idealisme yang mewarnai GMNI sebagai
organisasi perjuangan bukanlah mitos yang turun dari langit begitu saja, akan
tetapi merupakan kristalisasi pemikiran dan tindakan yang berkesadaran penuh
sebagai manusia yang memang ada bersama dunia. Oleh karena itulah, wawasan
kebangsaan yang utuh dan keprihatinan serta keterlibatan terhadap masalah yang
dihadapi oleh rakyat secara kongkret merupakan identitas penting anggota GMNI.
Dengan kata lain GMNI mengandung makna sifat dan watak yang Nasionalistik dan
Berkerakyatan.
GMNI hendaknya memegang teguh ajaran
azas organisasi Marhaenisme dari Bung Karno. Termasuk bersama-sama
memperjuangkan implementasi nilai-nilai Pancasila dalam pemberantasan korupsi,
karena KPK tak mungkin bisa bekerja sendiri. Selain itu, juga harus menyadari
perlunya manajemen modern dan tidak tanggung-tanggung mendekati rakyat kecil
(Marhaen) dengan turun kebawah. Demikian membuktikan kepeduliannya kepada
rakyat kecil, sepeti buruh, petani, nelayan, guru, pemulung, pengamen, dan
lain-lain. Tanpa demikian, GMNI hanya akan menjadi organisasi salon yang
berteriak-teriak dan ongkang-ongkang di belakang bangku kerja saja. Nilai-nilai
inilah yang sebaiknya dikembangkan dalam organisasi ini. Agar dapat
bertahan dan mendapat simpati dari masyarakat.
Hendaknya ini semua tidak menjadi alasan untuk
mempolitisasi organisasi mahasiswa pada masa sekarang ini. Karena pada era awal
munculnya organisasi-organisasi mahasiswa sebagai negara yang baru saja lahir,
tentunya mengharuskan campur tangan dari banyak pihak. Terlebih dari kalangan
terpelajar seperti mahasiswa, guna menuju satu tatanan pemerintahan yang
baik. Organisasi mahasiswa harus bisa berkhidmat secara penuh untuk
menunjang pendidikan formal yang tengah di tempuh dan jangan sampai
disalahgunakan untuk kepentingan-kepentingan sepihak, seperti kepentingan
politik praktis. Karena organisasi adalah ajang pembelajaran kehidupan
idealitas organisasi mahasiswa. Dimana selain berorganisasi mahasiswa juga
mempunyai kewajiban utama, yaitu belajar. Jadi secara idealnya, organisasi yang
ada, haruslah lebih menunjang proses ‘belajar’ para anggotanya dan bisa
membantu untuk menunaikan amanat bangsa dan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar